Kamis, 20 Oktober 2011

Menyusuri serpihan Jalan Braga pada masa Bandung Tempo Doeloe

Jalan Braga pada tahun 1910-an.
Hingga dekade 1910-an pada jaman Bandung Tempo Doeloe, Jalan Braga sebetulnya merupakan sebuah lintasan jalan yang asri. Sisi-sisi jalan masih rimbun oleh pepohonan berukuan sedang dan besar. Lintasan ini mulai banyak dibangun sarana rekreasi dan pembelanjaan bagi kalangan orang Eropa di Bandung.




Jalan Braga pada tahun 1920-an.
Memasuki tahun 1920-an, suasan asri beranjak berubah dari jalan ini. Pepohonan di kedua sisi Jalan Braga semakin berkurang digantikan oleh bangunan-bangunan toko yang diperbarui dan berderet di sepanjang jalan.
Bangunan-bangunan baru tersebut lebih banyak berdiri persis di tepi jalan dan tidak lagi memiliki pekarangan. Berbagai aktivitas baru segera menjadikan suasana Jalan Braga jauh lebih ramai dari sebelumnya.
Ruas jalan ini kelak dikenal orang sebagai kompleks pertokoan modern yang paling bergaya di seantero Hindia.


Kita akan mencoba menelusuri sisa-sisa kejayaan Jalan Braga pada masa Bandung Tempo Doeloe mulai dari ujung sebelah selatan sampai ke ruas sebelah utara. Namun sebelum benar-benar memasuki ruas Jalan Braga pada masa Bandung Tempo Doeloe, ada dua buah gedung yang perlu dibicarakan terlebih dahulu, yaitu :
1.Toko de Vries
2.Gedung Societeit Concordia


Toko de Vries

Saat ini, persis di bagian tusuk sate ujung selatan Jalan Braga, kita bisa menemukan sebuah bangunan tua yang cukup besar dengan sebuah menara di salahsaty ujung bangunan tersebut.
Walaupun bangunanini berada di Jalan Asia-Afrika dan bukan di Jalan Braga, tetapi bangunan ini sudah khas menjadi penanda kawasan selatan Braga.
Pada masa Bandung Tempo Doeloe, bangunan besar yang bersebelahan dengan Hotel Homann ini memiliki peran cukup penting bagi warga Bandung karena merupakan bekas toko serba ada yang pertama di Bandung. Warga Bandung Tempo Doeloe mengenalnya sebagai Toko de Vries. Nama ini diambil dari nama pemiliknya, Klaas de Vries.
Bangunan awal Toko de Vries adalah sebuah rumah permanen dengan enam buah pilar besar serta pagar yang tidak terlalu tinggi di bagian terasnya. Pada tahun 1909, Edward Cuypers, seorang arsitek terkenal, melakukan pembangunan tambahan dan perombakan di toko ini. Pembangunan ini dilakuakan secara bertahap. Diawali dengan pembangunan jajaran di sebelah barat bangunan lama, kemudian diteruskan dengan perombakan bangunan lama di  jajaran sebelah timur, Di sudut sebelah timur yang bersebelahan dengan Hotel Homann ini kemudian dibangun menara yang khas dan menjadi penanda bagi kawasan sekitarnya.

Sejak awal beroperasi, Toko de Vries menjual segala macam keperluan sehari-hari mulai dari perlatan dapur, makanan dan minuman, kain, sepatu, alat-alat tulis dan buku hingga obat-obatan.
Bangunan lama Toko de Vries sebelum dirombak.
Bangunan baru Toko de Vries sesudah dirombak pada jaman sekarang.



Societeit Concordia


Di pojok barat simpang Jalan Braga, sebuah bangunan lain menempati hook antara Jalan Braga dan Jalan Asia-Afrika. Bangunan yang akrab dengan warga Kota Bandung ini sekarang dikenal dengan nama Gedung Merdeka. Pada bagian sayap timur Gedung Merdeka yang memiliki bentuk khas bangunan melengkung sesuai alur jalan raya adalah bagian dari Museum Konferensi Asia-Afrika. Dulunya pada masa Bandung Tempo Doeloe bagian gedung ini merupakan sebuah Schouwburg tempat diselenggarakan berbagai pertunjukan kesenian bagi kalangan elite Kota Bandung Tempo Doeloe. Pada masa Bandung Tempo Doeloe, bagian ini ditempati oleh perkumpulan orang-orang Eropa dari kalangan elite Societeit Concordia.
Societeit Concordia pada masa Bandung Tempo Doeloe

Bagian depan Gedung Merdeka yang dulu merupakan Schouwburg dari Societeit Concordia adalah karya Wolff Schoemaker pada 1921.


Cikal bakal kemunculan perkumpulan Societeit Concordia bermula dari maraknya aktivitas perkebunan di sekitar Kota Bandung pada tahun 1870-an. Saat itu, para calon tuan kebun yang kemudian populer disebut preangerplanters berdatangan ke Bandung untuk membuka perkebunan-perkebunan besar di pinggiran kota.
Pada akhir pekan, tuan-tuan kebun yang sehari-harinya beraktivitas di perkebunan, di kaki-kaki gunung sekeliling Bandung Tempo Doeloe, sering sengaja "turun gunung" untuk berlibur di kota. Awalnya mereka biasa mengadakan kumpul-kumpul kecil di sebuah toko sekaligus penginapan bernama Thiem. Pada saat itu kelompok ini baru beranggotakan 18 orang. Jalan Braga saat itu masih bernama Pedatiweg / Karrenweg.
Pada tahun 1879, komunitas ini resmi berdiri dengan nama Societeit Concordia setelah mendapatkan status badan hukum dari Pemerintah Hindia Belanda. Kebanyakan anggota Societeit Concordia adalah para preangerplanters dan para elite kota.
Pada tahun 1940, Gedung Societeit Concordia mengalaimi renovasi yang mengubah penampilannya menjadi seperti sekarang.
Bangunan Museum Asia-Afrika yang bisa kita saksikan sekarang ini adalah hasil perombakan dari sisi timur Societeit Concordia yang dilakasanakan oleh arsitek Aalbers pada tahun 1941.