Kamis, 17 November 2011

Teknologi Blue Ray

Saat ini sudah dikembangkan teknologi berupa Sinar Laser Biru (Blue Ray Laser) yang mempunyai keunggulan lebih dibandingkan Sinar Laser Merah. Dengan teknologi ini akan membutuhkan kapasitas penyimpanan data yang besar dan kecepatan trnsfer data yang tinggi hingga 30 Gb pada disk single side atau lebih dari 50 Gb pada disk Single Side Double Layer. Tekhnologi ini juga nanti di aplikasikan pada beberapa perangkat termasuk PC.

Beberapa keunggulan dari teknologi Blue Ray
  1. Sinar biru (Blue Ray) memanfaatkan semi konduktor laser biru ungu yang memiliki panjang gelombang 505 nm, yang fokusnya bisa lebih kelat dari pada Red Laser (sinar merah). Ini memungkinkan Blue Ray untuk menulis lebih banyak data dalam disk 12cm yang sama.
  2. Capasitas penyimpanan Blue Ray cukup besar dari 27Gb Single Disk Side hingga 50Gb Single Side Double Layer Disk.
  3. Aliran data berkecepatan 3mMb, cukup cepat untuk perekaman video berkualitas tinggi.
  4. Sebuah Single Side Blue Ray mampu menyimpan 13 jam data video standard.Bandingkan dengan DVD Single Side yang biasanya mampu menyimpan 133 menit data video.
Tekhnologi ini menggunakan sebuah laser biru-ungu dengan panjang gelombang pendek. Semakin pendek panjang gelombang cahaya maka akan mempengaruhi kemampuan untuk menyimpan dan mengakses data secara signifikan.

Sinar laser dengan panjang gelombang yang pendek, memungkinkan sebuah item Single dari data dapat disimpan dalam ruang yang lebih kecil. Hal ini Blue Ray berhasil meminimalkan "Beam Spot" dengan membuat "Numerical Aperture" (NA) pada bidang lensa yang mengumpulkan laser 0,85.

Sebagai tambahan, karena menggunakan stuktur base dengan 0,1mm transmittance optical laser, Blue Ray dapat dapat mengurangi penyimpanan akibat kemiringan base, hal ini juga memungkinkan base untuk dibaca dengan lebih baik dan dapat meningkatkan densitas perekaman. Picth Tracking pada Blue Ray disk juga berkurang menjadi 0,32um, hampir setengah dari ukuran DVD Convensional.Akibatnya Blue Ray mampu menyimpan rekaman data, baik hight decity hingga 27 Gb pada Disk Single Side.

Disamping itu Blue Ray juga memanfaatkan standard global dari tekhnologi comprasy "MPEG-2 Transport Stream". Maka memiliki compatibytas yang tinggi dengan digitas Broad Casting(penyiaran)untuk perekaman video. Ditambah dengan kecepatan transfer data yang tinggi mencapai 36 Mbps, memungkinkan Blue Ray mampu merekam siaran high devinition dari sebuah digital camera dengan kualitas yang tetap terjaga.

Semoga bermanfaat..

Contoh Teknologi Blue Ray :

Teknologi Touch Screen


Contoh hp teknologi touchscreen
Sementara teknologi touchscreen saat ini masih terbatas pada bagian mana dari layar yang tersentuh, peneliti di Carnegie Mellon University berharap untuk mengembangkan kemampuan teknologi touchscreen ini dengan sistem baru yang bisa tahu persis apa yang telah menyentuh layar.
Dikembangkan oleh mahasiswa Pd.D (Product design and Development) Chris Harrison dan Julia Schwartz, bersama dengan bersama dengan profesor mereka Scott Hudson dari Human-Computer Interaction Institute, teknologi bernama TapSense ini adalah sebuah sistem menggunakan mikrofon terpasang di touchscreen yang dapat digunakan untuk mengetahui apa yang telah berinteraksi dengan layar. Bukan hanya mengidentifikasi telah dilakukannya tap, sistem ini mampu membedakan antara tap menggunakan ujung jari, telapak jari, kuku, dan bahkan “knuckle.” Jadi selain untuk mendeteksi gerakan, software bisa 'mendengarkan' apa bagian dari jari yang digunakan.
Kemampuan baru teknologi touchscreen ini bisa diterapkan pada berbagai fungsi touchscreen, seperti “knuckle” secara eksklusif dapat digunakan untuk membuka menu, sementara aplikasi menggambar bisa berganti antara jenis kuas yang digunakan ketika pengguna beralih dari ujung jari ke kuku mereka.
Sayangnya untuk saat ini sistem TapSense bergantung pada mikrofon eksternal untuk bisa berfungsi, karena mikrofon yang terdapat pada smartphone didesain khusus untuk mengidentifikasi suara saja, bukan suara dari jari yang digunakan untuk men-tap touchscreen.
Namun sistem dari TapSense ini mampu dan sangat mudah untuk diimplementasikan pada sebuah touchscreen smartphone dengan adanya sebuah mikrofon ekstra nantinya. Dan selain untuk mengenali bagian jari atau bagian tubuh manapun yang digunakan untuk men-tap layar, TapSense nantinya juga mampu untuk membedakan ujung stylus, yang mana hal ini memungkinkan untuk lebih dari satu orang menggunakan satu layar yang sama.

Kamis, 20 Oktober 2011

Menyusuri serpihan Jalan Braga pada masa Bandung Tempo Doeloe

Jalan Braga pada tahun 1910-an.
Hingga dekade 1910-an pada jaman Bandung Tempo Doeloe, Jalan Braga sebetulnya merupakan sebuah lintasan jalan yang asri. Sisi-sisi jalan masih rimbun oleh pepohonan berukuan sedang dan besar. Lintasan ini mulai banyak dibangun sarana rekreasi dan pembelanjaan bagi kalangan orang Eropa di Bandung.




Jalan Braga pada tahun 1920-an.
Memasuki tahun 1920-an, suasan asri beranjak berubah dari jalan ini. Pepohonan di kedua sisi Jalan Braga semakin berkurang digantikan oleh bangunan-bangunan toko yang diperbarui dan berderet di sepanjang jalan.
Bangunan-bangunan baru tersebut lebih banyak berdiri persis di tepi jalan dan tidak lagi memiliki pekarangan. Berbagai aktivitas baru segera menjadikan suasana Jalan Braga jauh lebih ramai dari sebelumnya.
Ruas jalan ini kelak dikenal orang sebagai kompleks pertokoan modern yang paling bergaya di seantero Hindia.


Kita akan mencoba menelusuri sisa-sisa kejayaan Jalan Braga pada masa Bandung Tempo Doeloe mulai dari ujung sebelah selatan sampai ke ruas sebelah utara. Namun sebelum benar-benar memasuki ruas Jalan Braga pada masa Bandung Tempo Doeloe, ada dua buah gedung yang perlu dibicarakan terlebih dahulu, yaitu :
1.Toko de Vries
2.Gedung Societeit Concordia


Toko de Vries

Saat ini, persis di bagian tusuk sate ujung selatan Jalan Braga, kita bisa menemukan sebuah bangunan tua yang cukup besar dengan sebuah menara di salahsaty ujung bangunan tersebut.
Walaupun bangunanini berada di Jalan Asia-Afrika dan bukan di Jalan Braga, tetapi bangunan ini sudah khas menjadi penanda kawasan selatan Braga.
Pada masa Bandung Tempo Doeloe, bangunan besar yang bersebelahan dengan Hotel Homann ini memiliki peran cukup penting bagi warga Bandung karena merupakan bekas toko serba ada yang pertama di Bandung. Warga Bandung Tempo Doeloe mengenalnya sebagai Toko de Vries. Nama ini diambil dari nama pemiliknya, Klaas de Vries.
Bangunan awal Toko de Vries adalah sebuah rumah permanen dengan enam buah pilar besar serta pagar yang tidak terlalu tinggi di bagian terasnya. Pada tahun 1909, Edward Cuypers, seorang arsitek terkenal, melakukan pembangunan tambahan dan perombakan di toko ini. Pembangunan ini dilakuakan secara bertahap. Diawali dengan pembangunan jajaran di sebelah barat bangunan lama, kemudian diteruskan dengan perombakan bangunan lama di  jajaran sebelah timur, Di sudut sebelah timur yang bersebelahan dengan Hotel Homann ini kemudian dibangun menara yang khas dan menjadi penanda bagi kawasan sekitarnya.

Sejak awal beroperasi, Toko de Vries menjual segala macam keperluan sehari-hari mulai dari perlatan dapur, makanan dan minuman, kain, sepatu, alat-alat tulis dan buku hingga obat-obatan.
Bangunan lama Toko de Vries sebelum dirombak.
Bangunan baru Toko de Vries sesudah dirombak pada jaman sekarang.



Societeit Concordia


Di pojok barat simpang Jalan Braga, sebuah bangunan lain menempati hook antara Jalan Braga dan Jalan Asia-Afrika. Bangunan yang akrab dengan warga Kota Bandung ini sekarang dikenal dengan nama Gedung Merdeka. Pada bagian sayap timur Gedung Merdeka yang memiliki bentuk khas bangunan melengkung sesuai alur jalan raya adalah bagian dari Museum Konferensi Asia-Afrika. Dulunya pada masa Bandung Tempo Doeloe bagian gedung ini merupakan sebuah Schouwburg tempat diselenggarakan berbagai pertunjukan kesenian bagi kalangan elite Kota Bandung Tempo Doeloe. Pada masa Bandung Tempo Doeloe, bagian ini ditempati oleh perkumpulan orang-orang Eropa dari kalangan elite Societeit Concordia.
Societeit Concordia pada masa Bandung Tempo Doeloe

Bagian depan Gedung Merdeka yang dulu merupakan Schouwburg dari Societeit Concordia adalah karya Wolff Schoemaker pada 1921.


Cikal bakal kemunculan perkumpulan Societeit Concordia bermula dari maraknya aktivitas perkebunan di sekitar Kota Bandung pada tahun 1870-an. Saat itu, para calon tuan kebun yang kemudian populer disebut preangerplanters berdatangan ke Bandung untuk membuka perkebunan-perkebunan besar di pinggiran kota.
Pada akhir pekan, tuan-tuan kebun yang sehari-harinya beraktivitas di perkebunan, di kaki-kaki gunung sekeliling Bandung Tempo Doeloe, sering sengaja "turun gunung" untuk berlibur di kota. Awalnya mereka biasa mengadakan kumpul-kumpul kecil di sebuah toko sekaligus penginapan bernama Thiem. Pada saat itu kelompok ini baru beranggotakan 18 orang. Jalan Braga saat itu masih bernama Pedatiweg / Karrenweg.
Pada tahun 1879, komunitas ini resmi berdiri dengan nama Societeit Concordia setelah mendapatkan status badan hukum dari Pemerintah Hindia Belanda. Kebanyakan anggota Societeit Concordia adalah para preangerplanters dan para elite kota.
Pada tahun 1940, Gedung Societeit Concordia mengalaimi renovasi yang mengubah penampilannya menjadi seperti sekarang.
Bangunan Museum Asia-Afrika yang bisa kita saksikan sekarang ini adalah hasil perombakan dari sisi timur Societeit Concordia yang dilakasanakan oleh arsitek Aalbers pada tahun 1941.